Senin, 12 Juli 2010

ktix enal

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keperawatan jiwa merupakan suatu bidang spesialis praktik keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri sendiri secara terapeutik kiatnya. Praktik keperawatan jiwa terdiri dalam konteks sosial dan lingkungan. Keperawatan jiwa merupakan salah satu dari lima inti disiplin kesehatan mental. Perawat jiwa menggunakan pengetahuan dari ilmu – ilmu psikososial, biofisik, teori – teori kepribadian dan perilaku manusia untuk menurunkan suatu kerangka kerja teoretik yang menjadi landasan keperawatan. Saat ini berkembang perawatan sebagai elemen inti dari semua praktik keperawatan. (Suliswati, 2005)
Berdasarkan undang – undang No. 3 tahun 1966 tentang kesehatan jiwa, terjadi “modernisasi” karena upaya kesehatan jiwa dilakukan secara komprehensif (promotif, preventif, kuratif, rehabilitative), pelayanan ditujukan pada individu dan masyarkat. (Suliswati, 2005)
Kesehatan jiwa merupakan bagian yang integral dari kesehatan. Kesehatan bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan tetapi merupakan suatu hal yang dibutuhkan oleh semua orang. Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta mampu menghadapi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya, serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Orang yang sehat jiwa dapat mempercayai orang laindan senang menjadi bagian dari kelompok. Penyimpangan dari hal – hal tersebut menunjukkan adanya gangguan jiwa.
Dilain pihak, klien dengan masalah kejiwaan pada umumnya berada dalam kondisi psikologik yang lemah dan tiidak mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalahnya (Keliat, 2005 : 2). Hal ini menunjukkan bahwa lingkup masalah kesehatan jiwa yang dihadapi individu sangat kompleks sehingga diperlukan penanganan yang bersifat kompleks pula. Meskipun perkembangan pengetahuan tentang pengobatan untuk gangguan jiwa sudah cukup pesat, namun permasalahan besar dalam hal pengobatan dan sumber daya yang tersedia masih ada.
Kegagalan dalam memberikan koping yang sesuai dengan tekanan yang dialami dalam jangka panjang mengakibatkan individu mengalami berbagai macam gangguan mental. Gangguan mental tersebut sangat bervariatif, tergantung dari berat ringannya sumber tekanan, perbedaan antar individu dan latar belakang individu yang bersangkutan. (Siswanto, 2007)
Berdasarkan dari data bagian Medical Record BPRS Dadi Makassar, Suawesi Selatan bahwa pada tahun 2006 terdapat 1509 (18%) orang yang mengalami penderita Isolasi Sosial, pada tahun 2007 terdapat 1842 (20%) orang yang mengalami penderita Isolasi Sosial dan pada tahun 2008 terdapat 2105 (25%) yang mengalami penderrita Isolasi Sosial, sedangkan pada tahun 2009 Januari hingga Maret terdapat 3258 klien yang dirawat di mana penderita Halusinasi sebanyak 1166 orang (52%), penderita Isolasi Sosial sebanyak 697 orang (18%), penderita Waham sebanyak 226 orang (4%), penderita Harga Diri Rendah sebanyak 513 orang (11%), penderita Perilaku Kekerasan sebanyak 275 orang (8%), penderita gangguan Komunikasi sebanyak 167 orang (4%) dan gangguan Defesit Care sebanyak 7 orang (0%).
Melihat cukup berkembangnya angka masalah Gangguan Jiwa yaitu Isolasi Sosial merupakan masalah serius bagi dunia kesehatan dan keperawatan di Indonesia. Pada penderita gangguan jiwa dengan perilaku Isolasi Sosial tidak memiliki motivasi, penderita rendah diri, tidak berharga dan tidak berguna sehingga merasa tidak aman dalam membina hubungan dengan orang lain.
Dengan pertimbangan latar belakang tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk menyusun suatu asuhan keperawatan dalam bentuk karya tulis ilmiah dengan judul : “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Utama Isolasi Sosial BPRS Dadi Makassar”.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambaran tentang penerapan proses pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan Isolasi Sosial.
2. Tujuan khusus
a. Untuk memiliki pengalaman nyata dalam melakukan pengkajian keperawatan dengan benar pada klien dengan Isolasi sosial.
b. Untuk memiliki pengalaman nyata dalam merumuskan diagnosa keperawatan dengan benar pada klien dengan Isolasi Sosial.
c. Untuk memiliki pengalaman nyata dalam menyusun perencanaan tindakan keperawatan dengan tetap pada klien dengan Isolasi Sosial.
d. Untuk memiliki pengalaman nyata dalam melakukan implementasi keperawatan dengan benar pada klien dengan Isolasi Sosial.
e. Untuk memiliki pengalaman nyata dalam melakukan evaluasi tindakan keperawatan dengan benar pada klien dengan Isolasi Sosial.

C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Institusi Pelayanan Keperawatan
Sebagai bahan bacaan dan bahan masukan untuk upaya peningkatan dan pengembangan ilmu keperawatan di rumah sakit.
2. Bagi rumah sakit/pelayanan kesehatan
Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan di BPRS. Dadi Makassar agar dapat lebih mengetahui dan menambah pengalaman secara jelas tentang asuhan keperawatan klien dengan Isolasi social.
3. Bagi mahasiswa/penulis
Sebagai bahan tambahan pengetahuan dan memperoleh pengalaman nyata serta memperluas wawasan penulis dalam mengenai pengembangan ilmu yang telah didapatkan selama pendidikan.

D. Metode Penulisan
Dalam penulisan karya tulis ini menggunakan metode penulisan sebagai berikut :
a. Studi Kepustakaan
Untuk mendapatkan data dasar penulis mengguanakan atau membaca referensi – referensi yang berhubungan dengan masalah yang dibahas yaitu Isolasi Sosial.
b. Studi Kasus
Untuk studi kasus penulis mempelajari kasus klien dengan menggunakan metode pemecahan masalah melalui pendekatan atau proses keperawatan yang komprehensif yang meliputi pengkajian data, analisa data, perumusan diagnose keperawatan, penyusunan rencana keperawatan, implementasi dan evaluasi asuhan keperawatan.
c. Teknik Pengumpulan Data
a. Teknik wawancara
Penulis melakukan Tanya jawab secara langsung pada klien, keluarga, perawat di ruang sawit dan dokter yang merawat guna memperoleh data – data yang dibutuhkan.
b. Teknik observasi
Penulis secara langsung melakukan pengamatan untuk dapat melihat secara langsung bagaimana pelaksanaan perawatan dan keadaan klien.
c. Studi dokumentasi
Penulis mengumpulkan data/informasi melalui catatan keperawatan dilembaran status klien.
d. Tempat dan waktu
Data dikumpulkan di medical record BPRS Dadi Makassar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengertian
Menurut beberapa ahli yang meuraikan tentang pengertian Isolasi Sosial :
a. Isolasi Sosial adalah individu yang tidak mengalami ketidakmampuan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain dan dengan lingkungan sekitarnya secara wajar dalam khayalanya sendiri yang tidak realistis. (Ermawati, 2009)
b. Isolasi Sosial adalah keadaan di mana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain. (Iyus Yosep, 2009)
c. Isolasi Sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial. (Depkes RI, 2000)
2. Rentang respon sosial
Manusia sebagai mahluk sosial, untuk mencapai kepuasan dalam kehidupan, mereka harus membina hubungan interpersonal yang positif. Hubungan interpersonal yang sehat terjadi jika individu yang terlibat saling merasakan kedekatan sementara identitas pribadi tetap dipertahankan. Individu juga harus membina hubungan saling tergantung yang merupakan keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian dalam suatu hubungan. (Gail W. Stuart, 2007)

Respon adaptif Respon maladaptif

Menyendiri (solitude) kesepian manipulasi
Otonomi menarik diri impulsif
Kebersamaan ketergantungan narsisisme
Saling ketergantungan

Respon adaptif adalah suatu respon individu dalam menyesuaikan masalah yang masih dapat diterima oleh norma – norma sosial dan budaya yang umum berlaku, respon ini meliputi :
a. Menyendiri (solitude) merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan suatu cara mengevaluasi diri untuuk melakukan langkah – langkah selanjutnya.
b. Otonomi merupakan kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaiakan ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
c. Kebersamaan merupakan suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu mampu untuk saling member dan menerima.
d. Saling ketergantungan merupakan suatu hubungan saling tergantung anatara individu dengan orang lain dalam rangka membina hubungan interpersonal.
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma – norma sosial dan budaya respon ini meliputi :
a. Manipulasi, pada gangguan hubungan sosial jenis ini orang lain dijadikan sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah pengendalian orang lain dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri atau tujuan, bukan pada orang lain.
b. Impulsif, individu impulsive tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman dan tidak dapat diandalkan.
c. Narkisisme, pada individu narkisisme terdapat harga diri yang rapuh, secara terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian, sikap egosentris, pencemburuan, marah jika orang lain tidak mendukung.

3. Manifestasi klinik
Menurut buku keperawatan jiwa iyus yosep Isolasi Sosial memiliki batasan karakteristik yaitu :
Obyektif
a. Klien banyak diam dan tidak mau bicara.
b. Tidak mengikuti kegiatan.
c. Banyak berdiam diri di kamar.
d. Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat.
e. Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal.
f. Kontak mata kurang.
g. Kurang spontan.
h. Ekspresi wajah kurang berseri.
i. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.
j. Mengisolasi diri.
k. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.
l. Masukan makanan dan minuman terganggu.
m. Aktivitas menurun.
n. Rendah diri.
o. Kurang energy (tenaga).
Subyektif
a. Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain.
b. Klien tidak merasa aman berada dengan orang lain.
c. Respon verbal dan sangat singkat.
d. Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain.
e. Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
f. Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
g. Klien merasa tidak berguna.
h. Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup.
i. Klien merasa ditolak.
4. Etiologi
Terjadi menarik diri dipengaruhi oleh factor predisposisi, stressor pencetus, penilaian stressor, sumber koping dan mekanisme koping.
a. Faktor predisposisi
Berbagai factor bisa menimbulkan respon sosial yang maladaptif dan mungkin disebabkan oleh kombinasi dar berbagai factor meliputi :
1) Faktor perkembangan
Secara teori, kurangnya stimulasi dan kasih saying dan kehangatan dari ibu (pengasuh) pada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri.
2) Faktor biologis
Faktor genetik dapat berperan dalam respon sosial maladaptif. Bukti terdahulu menunjukkan keterlibatan neorotaransmiter dalam perkembangan gangguan ini, namun tetap diperlukan penelitian lebih lanjut.
3) Faktor sosiokultural
Isolasi Sosial merupakan faktor utama dalam gangguan hubungan. Hal ini akibat dari transiensi, norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang kurang produktif, seperti lanjut usia (lansia), orang cacat dan penderita penyakit kronik. Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku, dan sistem nilai yang berbeda dari yang dimiliki budaya mayoritas. Harapan yang tidak realistis terhadap hubungan merupakan faktor lain yang berkaitan dengan gangguan ini.

b. Faktor stressor pencetus
Stressor pencetus pada umumnya mencakup peristiwa kehidupan yang menimbulkan stress seperti kehilangan, yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan ansietas.
Stressor pencetus dapat dikelompokkan dalam dua kategori.
1) Stressor sosiokultural
Stress dapat ditimbulkan oleh menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah dari orang yang berarti, misalnya karena dirawat di rumah sakit.
2) Stressor psikologis
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan ketergantungan dapat menimbulkan ansietas tingkat tinggi.
c. Penilaian stressor
Individu dewasa yang dapat bberperan serta dalam hubungan interpersonal yang sehat tetap rentang terhadap efek stress psikologis. Rasa sedih karena suatu kehilangan atau beberapa kehilangan dapat sangat besar hingga individu tidak mau menghadapi kehilangan dimasa depan, bukan mengambil resiko mengalami lebih banyak kesedihan. Respon ini lebih mungkin terjadi jika individu mengalami kesulitan dalam tugas perkembangan yang berkaitan dengan hubungan.
d. Sumber koping
Contoh sumber koping yang berhubungan dengan respon sosial maladaptif meliputi :
a. Keterlibatan dalam hubungan kelurga yang luas dan teman,
b. Hubungan dengan hewan peliharaan dan
c. Penggunaan kreatifitas untuk mengekspresikan stress interpersonal (misalnya, kesenian, musik, atau tulisan).
d. Mekanisme koping
Individu yang mengalami respon sosial maladaptif menggunakan berbagai mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme tersebut berkaitan dengan dua jenis masalah hubungan yang spesifik :
1) Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian antisosial :
a) Proyeksi.
b) Splitting.
c) Merendahkan orang lain.
2) Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian ambang.
a) Splitting.
b) Pormasi reaksi.
c) Proyeksi.
d) Isolasi.
e) Idealisasi orang lain.
f) Merendahkan orang lain.
g) Identifikasi proyektif.
(Gail W. Stuart, 2007)
5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada penderita gangguan jiwa dibagi dalam beberapa bentuk :
a. Suasana teraphy (Lingkungan Terapeutik)
Yang dimaksud suasana teraphy adalah suasana yang diciptakan oleh dokter atau perawat dengan klien yang dapat membantu proses penyembuhan klien. Dalam teori keperawatan jiwa hal ini lebih dikenal dengan menciptakan hubungan saling percaya antara perawat dengan klien.
b. Parmakoteraphy
Parmakoteraphy adalah bentuk penatalaksanaan penderita ganggua jiwa dengan pemberian obat – obatan anti psikotik. Pengobatan ini diharapkan mampu memperbaiki keadaa somatik atau biologis tubuh yang berhubungan dengan perubahan perilaku. Penggunaan obat – obatan anti psikotik dapat mempengaruhi keseimbangan neorotransmiter pada sistem embolik otak sehingga efek gangguan perilaku seperti halusinasi dan apatis dapat teratasi.
c. Psikoteraphy
Psikoteraphy adalah suatu cara pengobatan terhadap masalah emosional seorang pasien yang dilakukan oleh seorang yang terlatih dalam hubungan professional secara sukarela, dengan maksud hendak menghilangkan, mengubah, atau menghambat gejala – gejala yang ada, mengoreksi perilaku yang terganggu, dan mengembangkan pertumbuhan kepribadian secara positif.
Psikotraphy dilakukan dengan pemberian support kepada klien untuk meningkatkan aspek positif diri.
B. Proses Keperawatan
Proses keperawatan merupakan suatu metode sistematis dan ilmiah yang digunakan perawat untuk memenuhi kebutuhan klien dalam mencapai atau mempertahankan keadaan bilogis, sosial, spiritual yang optimal. Proses keperawatan terdiri dari lima tahap yang merupakan siklus dan saling tegantung yang meliputi pengkajian, merumuskan diagnose keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.



1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan masalah klien. Data yang dikumpulkan maliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Hal – hal yang perlu dikaji pada klien menarik diri adalah biodata klien, alas an masuk, keluhan utama, faktor predisposisi, status mental, faktor – faktor psikososial serta mekanisme koping yang serring digunakan. (Gail W. Stuart, 2007)
2. Pohon Masalah
Pohon masalah klien isolasi sosial menurut Budi Anna Kaliat, 2005 adalah sebagai berikut :

Akibat








penyebab

3. Diagnose Keperawatan
a. Isolasi sosial.
b. Gangguan konsep diri Harga diri rendah kronis.
c. Defisit perawatan diri.

4. Rencana tindakan keperawatan
a. Diagnosa I: Isolasi sosial
TUM:
Klien mampu berinteraksi dengan orang lain.
TUK:
1). Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terapeutik.
2). Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri yang berasal dari
a) Diri sendiri
b) Orang
c) Lingkungan
3). kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan
4). Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain.
5) kan klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang lain.

INTERVENSI:
1). Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terapeutik.
a) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b). Perkenalkan diri dengan sopan, tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang di sukai.
c). Jelaskan tujuan pertemuan
d). Jujur dan menempati janji
e) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
f). Beri perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar klien
2). Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri yang berasal dari
• Diri sendiri
• Orang
• Lingkungan
a). Berikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan persaan penyebab menarik diri dan tidak mau bergaul
b). Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda tanda serta penyebab munculnya.
c). Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya .
3). Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan
a). Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
b). Diskusikanbersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
c). Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain.
4). Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain .
a). Anjurkan klien untuk berhubungan dengan orang lain melelui tahap:
• K. P
• K. P.P lain
• K. P.P lain-K lain
• K. Kelg. Kelp. Masy.
b). Beri reinforcement terhadap keberhasilan yang telah di capai
c). Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan dengan orang lain.
d). Diskusikan jadwal harian yang dapat di lakukan bersama klien dalam mengisi waktu.
e). Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan.
f). Beri reinforcement atas ke ikutsertaan klien dalam kegiatan ruangan.
5). Anjurkan klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang lain.
a) Diskusikan dengan klien tentang perasaan, manfaat berhubungan dengan orang lain.
b) Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaannya tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
6). Bina hubungan saling percaya dengan keluarga klien
• Salam perkenalan diri
• Sampaikan tujuan
• Buat kontrak
• Eksplorasi perasaan keluarga
a). Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
1) Perilaku menarik diri
2) Penyebab perilaku menarik diri
3) Akibat yang akan terjadi jika perilaku menarik diri tidak di tanggapi.
4) Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
b). Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien minimal 1 kali seminggu
c). Beri reinforcement positif atas hal– hal yang telah dicapai keluarga .
7). Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi, dan manfaat obat.
a). Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya.
b). Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping obat yang dirasakan.
c). Diskusikan akibat berhenti konsumsi minum obat – obat tanpa konsultasi.
d). Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.

b. Diagnosa 2: Harga Diri Rendah
TUM:
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal.
TUK:
1) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang di miliki.
2) Klien dapat menilai kemampuan yang di gunakan
3) Klien dapat menetapkan kegiatan sesuai kemampuan yang di miliki.
4) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
5) Klien dapat memanfaatkan system pendukung yang ada .
a). Memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan Harga Diri Rendah.
b). Bantu kelluarga memberi dukungan selama klien di rawat .
c). Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
INTERVENSI
1). Klien dapat mengidentifkasi kemampuan dan aspek positif yang di miliki.
a). Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
b). Berikan reinforcement atas kemampuan untuk mengungkapkan kemampuannya.
2). Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
a). Kaji kemampuan yang dimiliki klien .
3). Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
a). Rencanakan bersama klien aktifitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai dengan kemampuannya
• Kegiatan mandiri
• Kegiatan dengan bantuan klien sebagian
• Kegiatan yang membutuhkan bantuan total .
b). Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
c). Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
4). Klien dapat melaukan kegiatan sesuiai kondisi sakit dan kemampuannya.
a). Beri kesempatan kepada klien mencoba kegiatan yang telah di rencanakannya
b). Beri pujian atas keberhasilan klien
5). Klien dapat memanfaatkan system pendukung yang ada
a). Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien yang Harga Diri Rendah
b). Bantu keluarga memberi dukungan selama klien di rawat
c. Diagnosa 3: Defisit perawatan diri
TUM:
Klien dapat meningkatkan minat atau motivasinya dan mempertahankan kebersihan diri
TUK:
1) Klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan
2) Klien dapat melakukan keberihan diri dengan bantuan perawat
3) Klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara mandiri
4) Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri
5) Klien mendapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan diri .
INTERVENSI:
1). Klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan
a). Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara menjelaskan pengertian kebersihan dan tanda-tanda kebersihan
b). Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari lima tanda kebersihan diri.
c). Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali pengetahuan klien terhadap hal-hal yang berhubungan dengan kebersihan diri.
d). Bantu klien mengungkapkan tentang kebersihan diri dan tujuan memelihara kebersihan diri
e). Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri.
2). Klien dapat melakukan keberihan diri dengan bantuan perawat
a). Motivasi klien untuk mandi.
b). Bimbing klien untuk mandi, beri kesempatan klien untuk mendemonstrasikan cara memelihara kebersihan diri yang benar.
c). Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari.
d). Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut.
e). Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk mengelolah fasilitas perawatan kebersihan seperti mandi dan kebersihan kamar mandi.
f). Bekerja sama dengan keluarga untuk mengadakaan fasilitas kebersihan diri seperti odol, sikat gigi, sampo, sabun, pakaian ganti, dll.
3). Klien adapat melakkukan kebersihan perawatan diri secara mandiri.
a). Monitor klien dalam melaksanakan kebersihan diri secara teratur.
4). Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri
a). Beri reinforcement positif jika klien berhasil melakukan kebersihan diri.
5). klien mendapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan diri.
a). Jelaskan kepada klien tentang penyabab kurang minatnya klien menjaga kebersihan diri.
b). Diskusikan bersama keluarga tentang tindakan yang telah di lakukan klien selama di Rumah Sakit dalam menjaga kebersihan dan kemajuan yang telah di alami di Rumah Sakit.
c). Anjurkan keluarga untuk memutuskan stimulasi terhadap kemajuan yang telah di alami di Rumah Sakit,

5. Implementasi
Implementasi keperawatan dilaksanakan sesuai dengan intervensi (rencana tindakan yang telah ada)

6. Evaluasi
Diagnosa 1: Isolasi social
a. Pada klien
1) Klien mengetahui penyebab menarik diri.
2) Klien mengetahui keuntungan berhubungan dengan orang lain.
3) Klien dapat menyebutkan kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain.
4) Klien mampu berinteraksi dengan orang lain.
b. Pada keluarga
1) Keluarga mampu berkomunikasi dengan klien secara terapeutik
2) Keluarga mampu mengurangi penyebab klien menarik diri.

Diagnosa 2: Harga Diri Rendah
a. Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
b. Klien dapat mengidentifikasikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
c. Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
d. Klien dapat melaksanakan kegiatan sesui kondisi sakit dan kemampuannya.


Diagnosa 3: defisit perawatan diri
a. Pada klien
1) Klien dapat meningkatkan minat mempertahankan kebersihan diri
2) Klien dapat mengenal tenteng pentingnya kebersihan diri
3) Klien dapat melaksanakan kebersihan diri dengan bantuan perawat
4) Klien dapar melaksanakan kebersihan diri secara mandiri
5) Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri
a. Pada keluarga
1) Keluarga membantu dalam meningkatkan kebersihan diri.
2) Keluarga dapatr meningkatka sarana untuk kebersihan diri klien









STRATEGI PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa 1: Isolasi Sosial
A. Pasien
SPIp
1. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien
2. Mendiskusikan dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain
3. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian berinteraksi dengan orang lain.
4. Mengajarkan kepada pasien cara berkenalan dengan satu orang.
5. Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang lain dalam kegiatan harian.
SPIIp
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
2. Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan seseorang.
3. Membantu pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang lain dalam kegiatan harian.
SPIIIp
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
2. Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan dua orang atau lebih
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
B. Keluarga
SPIk
1. Mendiskusikan masalah yang di rasakan keluarga dalam merawat pasien.
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang di alami klien beserta proses terjadinya.
3. Menjelaskan cara merawat pasien isolasi sosial.
SPIIk
1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan isolasi sosial.
2. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat langsung kepeda pasien isolasi sosial.
SPIIIk
1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum obat (discharge planning)
2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang.
Diagnosa II: Harga Diri Rendah
A. Pasien
SPIp
1. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang di alami pasien.
2. Membantu pasien menilai kemampuan pasien yang masih dapat di gunakan.
3. Membantu pasien memilah kegiatan yang akan dilatih sesuai kemampuan klien.
4. Melatih pasien sesuai kemampuan yang di pilih.
5. Memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan pasien.
6. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SPIIp
1. Mengevaluasi jadwal harian pasien.
2. Melatih kemampuan kedua.
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
B. Keluarga
SPIk
1. Mendiskusikan masalah yang di rasakan keluarga dalam merawat pasien.
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala Harga Diri Rendah yang di alami pasien beserta proses terjadinya.
3. Menjelaskan cara merawat pasien Harga Diri Rendah.
4. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
SPIIk
1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan Harga Diri Rendah.
2. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat langsung kepeda pasien Harga Diri Rendah.
SPIIIk
1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum obat (discharge planning)
2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang.
Diagnosa III: Defisit Perawatan Diri
A. Pasien
SPIp
1. Menjelskan pentingnya kebersihan diri.
2. Menjelaskan cara menjaga kebersihan.
3. Membantu pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri.
4. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
SPIIp
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
2. Menjelaskan cara makan yang baik.
3. Membantu pasien mempraktekkan cara makan yang baik.
4. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
SPIIIp
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
2. Menjelaskan cara eliminasi yang baik.
3. Membantu pasien mempraktekkan cara eliminasi yang baik.
4. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
B. Keluarga
SPIk
1. Mendiskusikan masalah yang di rasakan keluarga dalam merawat pasien.
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala Defisit Perawatan Diri serta jenis deficit perawatan diri yang di alami pasien beserta proses terjadinya.
3. Menjelaskan cara merawat pasien deficit perawatan diri.
SPIIk
1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan defisit perawatan diri.
2. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat langsung kepeda pasien. defisit perawatan diri
SPIIIk
1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum obat (discharge planning)
2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang.

Minggu, 11 Juli 2010

clotting time (CT)

Clotting Time
Metode: LEE & WHITE
Prinsip: waktu pembekuan diukur sejak darah keluar dari epmbuluh sampai terjadi suatu bekuan dalm kondisi yg spesifik
Specimen: darah segar 4 ml
Prosedur:
1. melakukan makrosampling dgn cara yg benar
2. pada saat darah masuk kedlm syringe, nyalakan stopwatch dan tourniquet dilonggarkan. Lanjutkan dgn mengambil darah pelan2 sampai didapat 4ml
3. syringe dicabut kemudian jarum dilepaskan dari syringe, darah dimasukkan pelan2 kedalam 3tabung melewati dinding masing2 1 ml. sisanya untuk px yg lain
4. masukka tabung dlm waterbath 370C, tunggu selama 5 menit
5. tepat 5 menit kemudian, tabung 1 diangkat dan dimiringkan 450 . ulangi tindakan serupa selang 30 detik sampai tjd bekuan yg sempurna(dimiringkan 900 tdk ada tumpahan). Catat waktunya
6. 30 detik berikutnya lakukan hal yg serupa pda tabung 2 sampai tjd bekuan sempurna. Catat waktunya
7. selang 30 detik berikutnya lakukan hal yg serupa pda tabung 2 sampai tjd bekuan sempurna. Matikan stopwatch Catat waktunya
8. waktu pembekuan pada tab3 dlaporkan sbghasil px
Nilai Normal; 5-15 menit
NB :
- volume darah pda @ tab harus tepat 1 ml. jml lebih besar, waktu lebih panjang
- gelembung udara, vena punctie yg tdk lancer shg hemilisis / ikut masuknya cairan jaringan dpt memperpendek waktu bekuan
- dgn cara yg sam tapi pake tab tg berlapis silicon&memiringkan tiap 5menit, Angka normal: 20-60menit

Faal hemostatik

FAAL HEMOSTATIK
1. Resistensi Kapiler (Rumpel Leed Test/ tourniquet test)
7an: u/ mengukur kekuatan dinding kapiler dlm usaha mencegah perdarahan
Prinsip: drah dibendunggdn memasang tensimeter/ sphygmomanometer pd tekanan antara sistolik&diastolic dilengan bag atas, kmudian dlihat tmbul/tidaknya petechiae pd kulit lengan selama 5 menit
Prosedur:
1. pengikat tensimeter diikat pd lengan bag atas kira2 5-7 cm
2. ukur tek darah sistol&diastole dr pasien
tek darah ditahan pd tek antara sistol&diastole, tunggu selama 5 menit, pake stopwatch
3. lepas ikatan tensi, amati timbulnya petechiae(suatu bercak berwarna merah).pd telapak tangan, permukaan lengan, jari penderita
4. jarak terdekat yg dilaporkan adlah kira2 4 cm dibawah lipatan lengan.
NB:
- warna merah didekat bekas ikatan tensi mungkin bekas jepitan, tidak ikut diikut sbg petechiae
- pasien yg tek darahnya tdk diketahui, tensimeter dpt dipakai pdtek 80 mmHg
- px tdk boleh diulang pd lengan yg sama dlm waktu 1 minggu

Derajad laporan :
(-) = tdk didptkan petechiae
(+1) =timbul beberapa petechiae dipermukaan pangkal lengan
(+2) = timbul banyak petechiae dipermukaan pangkal lengan
(+3) = timbul banyak petechiae diseluruh permukaan pangkal lengan&telapak tangan muka&belakang
(+4)=banyak sekali petechiae diseluruh permukaan lengan, telapak tangan&jari, muka&belakang
Ukurn normal: negative/ jml petechiae tidak lebih dari 10
A. px koagulasi
1. Bleeding time, tgtung dr efisiensi cairan jaringan u/ mempercepat [embekuan, ketahanan kapiler, fs/ maupun jml trombosit
a. cara duke
prinsip: lubang yg baku pd cupin telingan dibuat, kmudian waktu darah keluar sampai berhenti dicatat sbg waktu pedarahan
ukuran normal: 1-3 menit dgn batas toleransi 3-6 menit
NB: -bila perdrhan lm berhenti stelah 10 mnit maka px tdk perlu dilnjutkn. Laporkan hasil: lebih dari 10 menit.gnkan cara ivy sbg pembanding
Prosedur:
1. cuping telinga pasien didesinfeksi dgn alcohol 70%
2. cuping telinga dijepit kuat2 dgn ibu jari dan telunjuk tangan kiri kemudian ditusuk dgn lancet yg cukup dalam.segera syowatch dinyalakan
3. darah yg keluar ditempel dgn kertas saring pada 30 detik. (kertas saring tidak boleh menempel pada luka)
4. ulangi setiap 30 detik pada daerah kertas saring yg berbeda2 mengelilingi tepian lingkaran kertas saring
5. pada saat darah tidak keluar lagi, matikan stopwatch, catat waktunya
Ukuran normal: 1-3 menit dgn batas toleransi 3-6 menit
b. cara ivy
prinsip: 2 buah lubang baku dibuat pd pemukaan lengan.waktu perdrhan rata2 antar kedua lubang dilporkan sbg hasil px
NB: bila dalam waktu 15 menit perdarahan belu berhenti, luka ditutup dgn menekannya dgn kapas kering. Laporkan hasil lebih dari 15 menit. Bila perdarahan kurang dari 1menit, pemeriksaan diulang pada lengan yang lain
Prosedur;
1. pasang tensimeter pd lengan atas pasien pada lipatan atas lengan. Tekanan diatur 40mmHg, dan tahan supaya konstan
2. desinfeksi permukaan lengan kira2 5-7 cm dibawah lipatan
3. kulit ditegangkan dgn menarik dari belakang lengan, kemudian tusuk dgn lancet kedalaman 3mm, bukan diatas jalur vena. Buat luka yg lain dgn jarak ±2cm drai luka yg pertama. Stopwatch dihidupkan
4. selang 30detik, darah dari luka tusukan ditempel dgn pinggiran kertas saring tanpa menyentuh kulit
5. ulangi setiap 30detik pada kertas saring mengelilingi lingkaran
6. saat darh berhenti, stopwatch dimatikan dan waktu dicatat
7. rata2 dari kedua luka tusukan dilaporkan sbg hasil pemeriksaan
Nilai normal: 1-7 menit dgn batas toleransi 7-11 menit

hitung eosinofil

Hitung Eosinophil
Prinsip: eos dihit tersendiri dgn lart pengencer yg dpt mewarnai eos tapisel leuko yg lain & eri lysis
Specimen: darah vena / kapiler dgn AK EDTA, heparin, double oksalat
Nilai nirmal: 150-300/mm3 darah
Lart pewarna& pengencer eos:
c. reagen pyloxine:
- propylene glikcol 50 ml (melisiskan eri)
- lart piloxin 1% dlm air 10 ml (mewarnai eos)
- lart Na carbonat 10% 1ml (melisikan leukosit yg lain)
- Aq 40ml
Campur sampai larut & saring, simpan dlm suhu kamar. Lart ini stabi; sampai 1 bulan
d. lart dungern:
- eosin 1-2% 1 bag
- aseton 2 bag
- Aq 8 bag
Prosedur: sama dgn hitung sel darah yg lain tapi pipet pengencer yg dipake ad/ pipet thoma leukosit, hisap darah sampai tanda 1, encerkan sampai tanda 11( penipisan 10 X). sebelum dihitung, kamar hitung diletakkan dlm kamar lembab selama 15 menit( selama periode ini berlangsun pewarnaan eos& lisisnya eri&leuko jenis lain.
Hitung eis dlm 9 kotak kmr hitung. Mis hasil perhitungan =N sel
Volume ruang hitung= 1x1x0,1x9 mm3= 0,9 mm3
0,9 mm3 cairan = N sel
1mm3 cairan= 10/9 N
Penipisan drah =10x
Jadi: 1mm3 darah= 10/9 X10N = 100/9 N
Atau jml eos/1mm3 darah= jml penghutungan eos dlm 9 kotak kamar hitung dikalikan 100/9
Catatan:
- pengenceran dgn lart eosin & aseton tidak melarutkan sel leuko jenis lain tapi berdasarkan warna merah eosin yg diikat oleh eos
- coz factor kesalahan tinggi maka disarankan u/ dilakukan secaraduplo
- factor kesalahan ±30%, jika pake kmr hitung neubauer, ±20% jika pake kmr hitung spear-levy ato fuchs-rosenthal karena vol kmr hitungnya lebih besar(tingginya 0,2 mm)

hitung trombosit metode Rees Ecker

hitung Trombosit Rees-Ecker
prinsip: darah diencerkan dgn lart yg mengandung brillian creasyl lue shg trombosit berwarna biru cerah. Perhitungan didasarkan pd pengenceran & volume cairan dlm kamar hitung
specimen: darah vena / kapiler dgn AK EDTA
reagen lart pengencer rees ecker:
na sitrat 3,8 gram
kristal BCB 0,1 gram
formalin 40% 0,2 ml
Aq 100ml
a. secara langsung
prosedur sama dgn hitung eritrosit, tapi setelah sample dimasukkan dlm kamar hitung. Kamar hitung diletakkan dlm ruangan lembab menggunakan petridish dgn dasar kertas saring basah selam 15 menit
pengamatan dibawah mikroskop dgn perbesaran 40x, jml trombosit yg dihitung adalah trombosit yg berada pd 4 petak hitung leukosit.
perhitungan :
jml trombosit dalam 4 kotak = T
jml volume 4 kotak = ( 1x1x 0,1)mm3 x 4 = 0,4 mm 3
0,4 mm3 = L
1 mm3 = L : 0,4 = 2,5 L
Darah diencerkan = 200x karena pakai pengenceran eritrosit. Jadi dalam 1 mm3 darah penderita = 2,5 L x 200 = 500 L
Atau : jml leukosit dalam 1 mm3 darah penderita = jml leukosit dalam 4 kotak kamar hitung dikalikan 50o
b. secara tidak langsung
jumlah trombosit ditentukan melalui pemeriksaan apusan darah, dimana jml trombosit dihitung dlm 1000 sel eri & juga menghitung eritrosit dlm kamar hitung.
Jml trombo = T : 1000 x 5juta (misal jml eri dlm kmr hit)
Ukuran normal: 150ribu – 350 ribu per mm3 darah

hitung retikolosit

Hitung Retikulosit
Prinsip: %retikkulosit thd seluruh eri yg beredar dlm sirkulasi darah dihitung dgn melihat tanda2 khusus berupa benang2 filamen sisa2 RNA yg terlihat melalui pewarnaan supravital
Specimen: darah vena / kapiler dgn AK EDTA, heparin/ camp oksalat
Reagen pewarna retikulosit:
a. Larutan new methylen blue normal
NaCl 0,8 gram
K2C2O4 1,4 gram
Kristal new methylen blue normal 0,5 gram
Aq 100 ml
b. larutan brillian cresyl blue(BCB)
kristal BCB 1,0 gram
PZ 99ml
Catatan: kedua reagen diatas harus disaring sesbelum digunakan
Prosedur:
1. 3tetes larutan pewrna ked lm tab rx
2. tambah 3 tetes darah specimen, homogenkan
(darah : lart pewarna = 1:1 )
3. biarkan camp dlm suhu kamar 15-30 menit/ inkubasi 37oC selama 10 menit, terjaadi pewarnaan supravital
4. camp dihomogenkan, dibuat apusan darah
5. amati dibawah mikroskop perbesaan 100x, retikulosit terlihat berwarna abu2 sampai kebiruan
6. catat jml reti % eritrosir sampai jumlah keduanya mencapai 1000 sel
7. persentase retikulosit dinyatakan dlm persen ato promil
uk.normal = 8-15 promil / 0,8 – 1,5 persen

nilai rata-rata eritrosit

Nilai Rata-Rata Eritrosit
Mbtuhkan hasil dari: jml eritrosit, PCV(hematokrit) & kadar Hb
a. volume eri rata2(MCV) = PCV X 10 mikro kubik
jml eri dlm juta
uk.normal = 80-97 mikro kubik
arti klinis:
< 80mikrikubik: mikrositik
80-97 mikro kubik: normocytic
>97mikrokubik : makrocytic
b. konsentrsi Hb rata2(MCHC)= kadar Hb X 100%
hematokrit
uk.normal =32-36%
arti klinis:MCHC normal: normochromia
MCHC<32%: hipochgromia
MCHC>36%: hiperchromia
c.berat rata2 Hb dlm eri(MCH)= kadar Hb X 10 pikogram
jml eri dlm juta
uk.normal = 27-31 mikromikrogram/pikogram
arti klinis: sama dgn MCHC